Pada periode 2007 – 2010 hasil temuan audit Badan pemeriksa Keuangan (BPK)
terhadap arus kas parpol (partai politik) menunjukkan perputaran uang mencapai
Rp. 300 triliun. Dari jumlah uang sebesar itu, berdasarkan audit digunakan
partai untuk kegiatan politik yang diambil dari pos dana bantuan sosial, dengan
sumber dana yang tidak diketahui asal muasalnya, demikian dikatakan anggota VI
BPK Rizal Djalil, dalam seminar “Akuntabilitas Dana Politik di Indonesia”
(Jakarta, Senin 28/11)
Dijelaskan Rizal, tiap provinsi biasanya mengalokasikan sejumlah dana hibah
atau dana bantuan sosial untuk parpol diambil dari APBD. Alokasi dana bantuan
sosial untuk tiap parpol biasanya melambung saat memasuki masa pemilukada.
Dicontohkannya ada provinsi yang rutin menganggarkan dana Rp. 5 miliar per
tahun, tetapi menjelang pemilukada tiba-tiba membengkak sampai Rp. 100 miliar.
“Di daerah modusnya seperti itu,” tambah Rizal.
Menurut penilaian Rizal, fenomena ini terjadi karena kecilnya anggaran
negara untuk tiap parpol. Selama 2010 misalnya, negara hanya mensubsidi semua
parpol yang ada di DPR sebesar Rp. 9,1 miliar yang diambil dari APBN. Jumlah subsidi
yang demikian kecil inilah menurut Rizal menjadi penyebab parpol mencari dana
sembunyi-sembunyi. Diusulkan Rizal agar subsidi negara untuk parpol diperbesar.
Usulan lainnya, parpol diperbolehkan berbisnis serta tidak membatasi sumbangan
perorangan.
Saran Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto, dalam seminar tersebut, bantuan
pemerintah sebaiknya tidak hanya dalam bentuk dana. Bantuan pemerintah untuk
parpol bisa melalui peminjaman venue atau ruang publik, serta pemanfaatan iklan
di TVRI menjelang pemilu. Dengan begitu setiap parpol mendapat hak dan
fasilitas terukur dan seimbang, ketimbang melalui dana bansos yang sulit
dipertanggung jawabkan.
Terkait temuan hasil audit BPK, survei IBC (Indonesia Budget Center)
berdasarkan hasil survei tiga tahun terakhir, menunjukkan, anggaran bantuan
sosial 40% nya direkayasa. Korupsi dilakukan terhadap dana hibah dan taktis
yang dengan sengaja dianggarkan untuk pejabat. Temuan ini terjadi di setiap
kementerian untuk tingkat pusat dan di SKKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di
pemerintahan daerah.
IBC menyimpulkan, dana bantuan sosial dari pemerintah daerah digunakan
parpol untuk kepentingan mobilisasi massa demi meraih kekuasaan. “Ini karena
para petinggi yang duduk di lembaga itu adalah kader parpol serta tak adanya
kontrol kuat terhadap aturan”, demikian dikatakan Direktur Eksekutif IBC Arif
Nur Alam (Jakarta, Senin, 28/11).
Sebastian Salang, Koordinator Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia), menilai ; “Temuan BPK merupakan bencana besar bagi publik
Indonesia”.
Pihaknya menyerukan agar penegak hukum segera bergerak mengusut hasil audit
BPK secara tuntas. “Ini ada perkeliruan dengan sistem anggaran kita. Pemerintah
harus memperbaiki keanehan anggaran kita,” tegas Sebastian.
Sumber : M. Ikhsan Shiddieqy,
Republika Selasa, 29/11/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar